Monday, August 27, 2007

hmmm, Koleksi Kasus Darth Verocious 2

hmmm, beberapa waktu lalu karena keabsenanku, teman lamaku, Darth Verocious, terpaksa menulis sendiri tentang kasus2 yang dihadapinya. Belakangan inipun dia cukup sibuk membina Kangkung, yang menuntutnya untuk tidak nyengir sembarangan, klo mo nyegir harus liat kiri kanan, liat spion dan kasih lampu sen dulu, baru boleh nyengir. Tapi sekarang aku kini sudah kembali dan siap menyajikan cerita2 menarik berdasarkan pengalaman temanku. Cerita ini berawal dari suatu pagi yang cerah, tiba2 datang Pak Pos ke rumahku. Dia membawa paket telegram (masih jaman, telegram?) untukku. Dari bungkusannya yang rapi dan diberi pita berwarna pink (telegram dibungkus gak sih? Anggep aja iya!), tampaknya dari seorang wanita. Siapakah? Ah, mungkin salah satu pasienku yang ingin mengucapkan terima kasih. Tanpa menunggu basi, langsung saja kubuka telegram itu. Isinya:

"Dear Watsonku, sudah berbulan2 kau tidak mengunjungi diriku yang malang. Ada hal menarik yang ingin kuperlihatkan padamu di sini. Cepatlah datang!

~Darth Verocious~

PS: Sayang sekali Watson, telegram itu bukan dari wanita bekas pasienmu, makanya Dont Judge Telegram by The Ribbon!
"


hmmm, seperti biasa pikiranku selalu mudah ditebak oleh temanku itu. Kebetulan aku juga sedang tidak ada kepentingan yang mendesak. Segera aku berberes2 dan memesan tiket kereta untuk menuju ke tempat kediamannya. Di dalam kereta aku terus penasaran cerita apalagi yang akan bisa kudapat dari temanku. Kemudian, sampailah aku ke tempat tujuan. Akupun segera mengetuk pintu rumahnya. Dari dalam terdengar suaranya,

"Masuk, Watson!" Di dalam kulihat temanku sedang bersandar di kursi malas (padahal temanku ini amat rajin (semoga)), matanya setengah terbuka seperti memikirkan sesuatu.
"Duduklah, Watson." Akupun segera duduk. Lalu bertanya padanya,
"Hal menarik apa yang bisa kau perlihatkan padaku, Verocious?"
"Oh, sebelum itu...silakan kau ke kamar mandi dulu, demi kenyamanan kita bersama."
"Tentu saja, barusan aku mau bilang...Tunggu bagaimana kau tahu?" tanyaku keheranan, sedangkan teman lamaku tersenyum.
"Sederhana, Watson, sederhana. Suaramu agak bindeng, tetap kulihat kau tidak pilek, itu berarti banyak upil di hidungmu. Lalu ketika kusuruh kau duduk, kau malah memiring2kan tubuhmu, terlihat jelas olehku kau ingin mencari posisi yang tepat untuk kentut. Kau terlalu lugu seperti biasa, Watson. Nah, sekarang sebelum kentut itu terlepas, bersegeralah kau ke belakang, mengupillah dan kentut sepuasmu di sana!"
"Benar juga." Aku segera berlari ke belakang sambil menahan malu.

hmmm, setelah selesai "berbenah diri", aku segera menagih janjinya sekalian juga mengalihkan perhatian dari hal memalukan tadi. Ternyata sobatku sudah siap di depan TV lengkap dengan DVD Playernya, sedangkan tangannya memegang kepingan DVD berwarna merah. Aku bertanya padanya,

"Kita ingin menonton? Apakah film Jenggo?"
"Tentu tidak, Watson. Di masa2 PMB seperti ini (dan seterusnya, tentu saja), aku harus terlihat sempurna di depan Kangkung. Apa kata Scotland Yard bila melihat aku membentak2 Kangkung dengan muka mesum?"
"Kalau begitu apa yang akan kita tonton?" Dia tidak menjawabnya, dia langsung menyetel kepingan DVD berwarna merah itu.

hmmm, di layar terlihat 4 judul film:
- Die Hard 4
- Memento
- Pan's Labyrinth
- The Pianist


Setelah selesai menonton bersamanya, aku merangkum komentarnya terhadap film2 itu.

Die Hard 4 - Live Free Die Hard
"Lihatlah Watson, film ini adalah tentang hacker2 yang terlalu jago, film ini juga bercerita tentang hoki vs skill, brute force vs kungfu, cinta ayah-anak (anaknya lumayan imut juga, padahal bokapnya serem gitu) vs cinta penjahat, yang membuat film itu tidak berisi kekerasan semata; dan tentu saja good vs evil. Sayang sekali akhirnya selalu bisa ditebak, kebaikan selalu menang."
"Lalu si Om Bruce Willis yang sudah bermain ke-4 kalinya di seri Die Hard ini benar2 pantas sebagai polisi botak berdarah2 (bukan botaknya yang berdarah, eh botaknya juga berdarah deng), kalau si Bari cocok jadi instruktur aerobik keriting berminyak." lanjutnya lagi.
"Dari seri2 sebelumnya, yang dulu kita tonton bersama juga, Watson, film yang ini tidak kalah serunya, mungkin Die Hard 4 ini benar2 mewakili judul filmnya...susah tenan matinye...mirip kecoak, Watson, cuma yang ini botak dan bawa pistol."
"Full action, Watson. FBI, NSA, CIA dll di sini tidak banyak berguna, 1 John McClane + 1 hacker muda sudah cukup membasmi para musuh + Total kendali sistem + F35!!! Sangat layak buat hiburan tanpa banyak berpikir." Aku cuma mengangguk2 saja.


Memento
"Ah, film buatan sutradara yang ahli, Watson, si Christopher Nolan. Dia juga yang membuat The Prestige dan Batman Begins."
"Lalu tentang apa sebenarnya film ini, Verocious?" Aku bertanya padanya.
"Ini adalah cerita seorang pria yang sangat tidak cocok dengan lagu I Remember. Ia pria lugu yang mendengarkan dengan kuping kanan, tetapi langsung keluar dari kuping kiri seluruhnya beberapa menit setelahnya. Di film ini, misinya adalah memburu pembunuh dan pemerkosa istrinya."
"Adegan pertama dari film ini adalah mayat. Ya, mayat." kata teman lamaku dengan misterius, aku segera teringat sesuatu.
"Tunggu sebentar, motif mencari pembunuh seseorang yang berhubungan dekat dengannya dan adegan pertama adalah mayat. Ini mengingatkanku pada film busuk Brick."
"Sudah kuduga kau berpikir begitu, Watson. Tapi ini benar2 berbeda. Si tokoh utamanya, Leonard, jauh lebih keren tampang dan tingkah lakunya dari si Brendan basi itu. Sama2 memuat teka-teki, tetapi film ini berhasil memunculkan rasa penasaran akan kelanjutan ceritanya dan endingnya....." Dia terdiam sejenak seakan ingin membuatku penasaran.
"Kenapa dengan endingnya?" Aku bertanya dengan betul2 penasaran.
"Hampir saja terlepas, Watson. Aku lupa di luar sana, banyak orang awam yang tidak tahan dengan spoiler, Watson, kau harus ingat itu. Yang bisa kukatakan di sini, endingnya sangat worth it, berbeda jauh dengan Brick, film 5 kancut itu. Mungkin kalau dibandingkan bagaikan kancut dari karung dengan celana jeans dari sutra." kata temanku diplomatis, lalu dia mealanjutkan lagi.
"Soal penuturan filmnya, juga unik, Watson, sama seperti film The Prestige. Cuma bedanya kalau The Prestige alurnya maju mundur, maka Memento alurnya selalu mundur. Susah memang pada awalnya memahami maksud dari Nolan, tapi seperti The Prestige juga, ceritanya menjadi seru dan membuat penasaran. Sayang sekali kita baru menontonnya tahun 2007, Watson. Padahal film ini diproduksi tahun 2000."
"Apakah kita perlu bunuh diri?" Tanyaku kepadanya.
"Oh, jelas tidak perlu, Watsonku yang malang. Mereka2 yang belum menonton padahal sudah diberitahu itulah yang pantas untuk bunuh diri."


Pan's Labyrinth
"Tersebutlah suatu kerajaan bawah tanah, putri dari Rajanya amatlah ingin pergi ke dunia atas, katanya sih ingin melihat matahari, tetapi dilarang oleh sang Raja. Pada suatu ketika, si putri itu nekat juga pergi ke dunia atas dan merasakan akibatnya menjadi buta dan sekarat gara2 pengaruh matahasi yang terlalu kuat pada tubuhnya yang tidak cocok berada di dunia atas. Sang Raja amat sedih, tapi dia yakin suatu saat putrinya akan bereinkarnasi kembali."
"Verocious, aku mengantuk. Aku bukan bayi, tidak perlu didongengi lagi." Aku memprotesnya.
"Tenang, Watson. Itu cuma pembuka dari film ini, sedangkan film ini bercerita tentang proses pulangnya si Putri Ofelia, yang kini jadi manusia, kembali ke kerajaan bawah tanah dengan panduan seekor Faun (mungkin ada yang mengenalnya dengan sebutan Baphomet atau Satyr). Mungkin film ini cuma dongeng, tapi tidak cocok buat bayi, Watson, camkan juga itu."
"Ceritanya jauh lebih gelap dan bermakna daripada cerita kacangan Chronicles of Narnia atau Charlotte's Web, yang memang untuk bayi."
"Film ini berlatarkan Spanyol tahun 1940an, bahasa yang dipakai juga bahasa Spanyol (tidak mungkin bahasa Tegal). Film ini terbagi atas 2 permasalahan, perang antara Kompi kecil tapi kejam yang dipimpin oleh sang Kapten (lupa namanya, tapi disebutnya cuma Kapten2 doank), yang juga ayah tiri dari Ofelia melawan gerilya yang menyusupkan mata2 di dalam Kompi tersebut; lalu permasalahan 1 lagi adalah cerita tentang Ofelia sendiri dan usaha2nya untuk kembali ke kerajaan bawah tanah."
"Walaupun film ini cuma dongeng dan sangat bagus, tapi tidak disarankan untuk menontonnya bersama bayi2, apalagi bayi2 yang sedang makan. Bukan karena ada adegan yang disenangi Jenggo, tapi adegan2 yang membuat Yoyo melupakan makan siangnya. Kebetulan sekali, Watson, kau seorang dokter, jadi aku tidak khawatir padamu. Akupun ketika menonton film ini sambil makan dan sampailah ke adegan kodok mencret, sempat terkejut juga, untunglah aku tidak selemah Yoyo, lanjut saja makannya."
"Sebentar, tetapi mengapa judulnya Pan's Labyrinth? Kulihat tidak ada seseorang yang bernama Pan di situ." Aku bertanya pada temanku, walau tidak yakin dia tau jawabannya.
"Bagus, Watson. Kini kau mulai memperhatikan hal2 kecil. Ingatlah, hal2 kecil juga mungkin bisa berarti pada penyelidikan dan bisa membawamu ke titik pencerahan. Judul asli dari film ini adalah Fauno's Labyrintho (atau semacamnya), yang kalau di-Inggriskan berarti Faun's Labyrinth. Tapi karena suat sebab judulnya dibuha jadi Pan's Labyrinth."
"Tapi, Watson, ada teori dari orang awam. Orang awam aneh itu (Da*i) berkata bahwa judulnya diubah supaya tidak disalah artikan jadi Fawn's Labyrinth (Labirin anak rusa). Sudah jelas ini salah, karena Pan's Labyrinth sendiri lebih rentan disalah artikan jadi Pants Labyrinth (Labirin kancut), bahkan kalau penulisannya betulpun, bisa disalah artikan menjadi Labirin Panci. Dasar orang awam itu....Hua Ha Ha Ha Ha.....Goblog!."
"Lalu apa alasan sebenarnya?" Aku jadi makin penasaran setelah merenungi kebodohan orang awam itu.
"Sederhana, Watson, Sederhana..." kata2nya makin membuatku penasaran.
"Ya, mengapa dinamakan jadi Pan's Labyrinth?"
"Nanti kalau dinamakan Panjul's Labyrinth, kau bertanya juga 'Mengapa dinamakan Panjul's Labyrinth?' Sudah, terima saja!" jawabnya dengan diplomatis.
"Benar juga." Aku membenarkan.


The Pianist
"Cerita yang mengharukan, Watson, tapi bagi yang cengeng saja. Kisah Gutts di Berserk jauh lebi tragis lagi."
"Maksudmu cerita The Pianist menyedihkan, tapi ada yang lebih seru, begitu sobat?"
"Yang lebih sedih, banyak. Tapi ini adalah kisah nyata, tentang seorang pianis Polandia yang dijajah Jerman pada masa WW2. Dia berusaha bertahan hidup dengan cara bergerilya. Tidak banyak yang bisa di-preview di sini, tapi ceritanya cukup menarik. Ditambah lagi muka si Wadek Siupilman (diperankan oleh Adrien Brody) sangat melas dari sananya menjadi nilai tambah untuk film ini."
"Di film ini juga ada pesan moral yang terkandung, bila kita menolong orang lain maka orang lain akan menolong kita juga. Oke, itu tidak terjadi di film ini, yang benar 'bila kita menolong orang lain, maka orang lain berniat menolong kita juga, walau tidak jadi ditolong."
"Pertahanan hidup Siupilam memang hebat, tapi tida sejago Tarzan, atau Tom Hanks di Cast Away dan di Terminal yang juga kisah nyata. Tapi film ini juga lumayan untuk dinikmati, walaupun mungkin bisa beresiko kebosanan, karena durasinya yang lama."




hmmm, setelah selesai menonton ke-4 film itu dan membanding2kannya, maka aku dan teman lamaku sepakat bahwa peringkat film2 itu adalah sebagai berikut:
Die Hard 4 = Memento = Pan's Labyrinth > The Pianist (bukan berarti The Piabnist jelek, tapi harus ada yang di bawah. Setelah berbincang2 dan minum teh gaya Inggris bersama teman lamaku, aku akhirnya harus pamit kepada temanku. Akupun meninggalkan rumahnya dengan gembira, setelah mendapat pengalaman menonton 4 film luar biasa (tidak ada yang jelek dan tak pantas ditonton). Aku sangat menantikan kesempatan selanjutnya untuk berpetualang atau menikmati hari lagi bersama temanku, Darth Verocious.

1 comment:

Anonymous said...

kekny tentang faun, fawn sama pan bener temn lu deh. Cek aj di imdb, ada pnjelasnnya di sana.